Kontroversi RUU Ormas Pengganti UU Kemasyarakatan No. 8 Tahun 1985

Berawal dari kejadian pagi tadi, saya mendapat email dari Green Peace tentang petisi pnolakan RUU Ormas yang akan disahkan 12 April ini. Dalam ajakannya, Green Peace berargumen tentang keberatannya pada RUU ini, di antaranya adalah definisi ormas yang terlalu luas, pendaftaran yang terlalu rumit (punya AD-ART, daftar ke Walikota sampai mendagri atau bahkan punya akta notaris) dan yang paling krusial adalah kekhawatiran dinonaktifkan oleh pemerintah karena pasal karet pada RUU ini.

Tentu saja saya tidak serta merta menandatangani petisi ini, saya cari informasinya dan tanya pada teman-teman yang saya pikir mumpuni dan punya informasi lebih. Saya juga mengirim email pada Greenpeace supporterservices.id@greenpeace.org meminta penjelasan lebih tentang mengapa harus menolak RUU ini. Dari Mas Heru, kawan saya yg seorang journalist saya mendapat info bahwa yg sedang dipertentangkan adalah asas tunggal Pancasila dan larangan penerimaan dana asing. Menurut kakak saya ini, secara spirit memang bagus untuk transparansi dan responsibility tapi di sisi lain ada siasat mengontrol dan mengekang dari pemerintah.

Secara pribadi, saya pikir RUU ini baik. Indonesia adalah negara hukum dan semuanya harus diatur dalam hukum dan perundang-undangan. Jika memang suatu ormas jujur dan punya AD/ART yang baik kenapa harus takut dengan undang-undang ini? Ketakutan untuk dikontrol oleh pemerintah saya pikir adalah paranoid. Tidak semudah itu untuk mengontrol ormas di era sekarang, keterbukaan pers dan organisasi pemerhati dunia bisa dengan mudah dijangkau.

Tentang definisi ormas yang terlalu luas. Saya pikir tidak dengan serta merta karang taruna atau club vespa harus mendaftarkan organisasinya dan punya AD/ART dan berbadan hukum. Menurut saya, harus didefinisikan lebih runut tentang pengertian ormas lalu diselaraskan dengan tujuan dibentuknya RUU ini (dengar-dengar untuk merepres ormas anarkis)

Lalu asas tunggal Pancasila apa jeleknya? Jika suatu ormas didirikan dengan fondasi Agama dan Ketuhanan, tidak serta merta bertentangan dengan asas Pancasila bukan? Bahkan Pancasila sendiri menomorsatukan masalah ini dengan mencantumkannya pada puncak silanya.

Tentang pelarangan penerimaan dana asing. Ini pasal yang tidak saya setujui. Selama ada audit independen yang menerbitkan laporan penerimaan dan penggunaan dana suatu ormas saya rasa ini tidak masalah. Mungkin pemerintah seharusnya harus menyediakan dana untuk audit ini, bukan menyediakan dana operasional ormas-ormas seperti sekarang ini. Dengan begitu transparansi bisa dijamin dan masyarakat luas bisa ikut mengontrol aktifitas suatu ormas. Ini mungkin yang paling ditakuti oleh organisasi asing semacam Greenpeace. Karena selama ini mereka tidak pernah melaporkan rincian penggunaan dana pada masyarakat, bahkan pada donaturnya sendiri.

Negara demokrasi tidak selalu identik dengan kebebasan. Kebebasan itu perlu dikontrol agar tidak menjadi bar-bar. Kontrol tidak selalu berkonotasi negatif. Kalaupun ada pelanggaran pada kontrol itu… rakyat bisa melawan. Jadi apa yang musti ditakutkan?

Jadi saya putuskan untuk menandatangai petisi ini, tapi bukan untuk menolak tetapi agar pemerintah merevisi pasal-pasal yang kurang sesuai.

Ditulis dengan naif oleh Johanes Jonaz Greenpeace supporter ID : 43473

Published by johanesjonaz

A believer, a part time traveller, a full time dreamer. Traveling - passion - exploring Indonesia - exploring the globe.

5 thoughts on “Kontroversi RUU Ormas Pengganti UU Kemasyarakatan No. 8 Tahun 1985

  1. baru dengar RUU ini.
    setuju soal demokrasi itu hendaknya kebebasan yang tetap dijaga.
    mengenai ormas, setidaknya ada aturan jelas kan mengenainya dengan adanya RUU ini? benar gak penafsiran saya?
    yang ada menurut saya, sekarang terlalu banyak ormas (baik ormas agama tertentu ataupun bukan) yang gak jelas. saat demo tinggal sebut saja dari ormas A/B/C, padahal kalau ditelusuri lagi… gak tau deh.

    1. masih kontroversi, sebenarnya bukan undang-undangnya yang dirubah.. UU tentang ormas sudah ada pada UU no 8 th 85 tentang kemasyarakatan. hanya pelaksanaannya saja yg harus lebih militan. Kalo tujuannya merepresi ormas anarkis ya kan udah ada KUHP dan polisi. Tinggal aparat hukum aja yang kerjanya dibenahi (polisi, jaksa, hakim dan lainnya). BUkan membuat Undang2 lagi yang bikin ruwet karena nantinya akan tumpang tindih manjadi rancu.

      1. ooo gitu ya.
        ciri khas orang Indo sih ya.
        kalau bisa dibikin, ya bikin RUU aja.
        soal aparat, memang sepertinya pembenahan aparat lebih tepat sih.

Leave a reply to johanesjonaz Cancel reply